HALUSINASI
A.
DEFINISI
Halusinasi adalah pengalaman panca
indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar
suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan
itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan
melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan
atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi
pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh
dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien
dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah sensasi panca indera
tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba
dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima
indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman
sensori yang salah (Stuart, 2007). Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah
persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata.
B.
MACAM-MACAM
HALUSINASI
1. Pendengaran
Mendengar
suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus
visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
3. Penghidu
Membaui
bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami
nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan
fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan
pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. FAKTOR PREDIPOSISI
Menurut
Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. BiologiS
Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
a. Penelitian
pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa
zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c. Pembesaran
ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan
lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah
satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial
Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Secara
umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam
komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress
lingkungan
Ambang toleransi
terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber
koping
Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Fase
Pertama / comforting / menyenangkan
Pada
fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin
melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu
mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
Perilaku
klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase
Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat
“listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol,
gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat
jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah
halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien :
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
dengan realitas.
3. Fase
Ketiga / controlling
Halusinasi lebih
menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada
halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik :
bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien :
kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.
4. Fase
Keempat / conquering/ panic
Klien merasa terpaku
dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang
sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
Perilaku klien :
perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Klien dengan halusinasi
cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata
pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba
marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan
gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
1) Tahap
I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a) Menyeringai/
tertawa tidak sesuai
b) Menggerakkan
bibir tanpa bicara
c) Gerakan
mata cepat
d) Bicara
lambat
e) Diam
dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2) Tahap
2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a) Cemas
b) Konsentrasi
menurun
c) Ketidakmampuan
membedakan nyata dan tidak nyata
3) Tahap
3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a) Cenderung
mengikuti halusinasi
b) Kesulitan
berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian
atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d) Kecemasan
berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4) Tahap
4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a) Pasien
mengikuti halusinasi
b) Tidak
mampu mengendalikan diri
c) Tidak
mampu mengikuti perintah nyata
d) Beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan
F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Pasien
yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Tanda
dan Gejala :
a) Memperlihatkan
permusuhan
b) Mendekati
orang lain dengan ancaman
c) Memberikan
kata-kata ancaman dengan rencana melukai
d) Menyentuh
orang lain dengan cara yang menakutkan
e) Mempunyai
rencana untuk melukai
Klien
yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya dikendalikan
oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian
realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh
diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah
muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan
sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika
tidak senang
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan
lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi
tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat halusinasi, sebaiknya
pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya
klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu
hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong
pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan
program terapi dokter
Sering kali klien
menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang
diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat
harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat
yang diberikan.
3. Menggali
permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih
kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah klien yang merupakan
penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang
lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi
aktivitas pada klien
Klien diajak
mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain
atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan
keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan
petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada kesatuan
pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan
dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan
pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan
saran yang diberikan tidak bertentangan. Farmako:
1. Anti
psikotik:
a.
Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b.
Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c.
Stelazine
d.
Clozapine (Clozaril)
e.
Risperidone (Risperdal)
2. Anti
parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Artha
H. POHON MASALAH
Pathway
Halusinasi
Pathway
Halusinasi
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data
yang Perlu Dikaji
a. Alasan
masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke
rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena
perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien
dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor
prediposisi
1) Faktor
perkembangan terlambat
· Usia
bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
· Usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
· Usia
sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor
komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi
peran ganda
b. Tidak
ada komunikasi
c. Tidak
ada kehangatan
d. Komunikasi
dengan emosi berlebihan
e. Komunikasi
tertutup
f. Orangtu
yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik dalam
keluarga
3. Faktor
sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia
lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor
psikologi
Mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5. Faktor
biologis
Adanya kejadian terhadap fisik,
berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
korteks dan limbik.
6. Faktor
genetic
Telah diketahui bahwa genetik
schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang
keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.
c.
Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis
meliputi:
1. Berlebihannya
proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di
thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme
penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3. Adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya.
Menurut
Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku.
1. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang,
ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem
syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.Lingkungan
2. Lingku
ngan sekitar yang memusuhi, masalah
dalam rumah tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
3. Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam
merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya
kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap
halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung,
perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang
halusinasi yang iperlukan meliputi :
· Isi
halusinasi
Menanyakan suara siapa yang
didengar, apa yang dikatakan.
· Waktu
dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi
munculm berapa kali sehari.
· Situasi
pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi
situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan
klien. Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya
atau sebaliknya.
d.
Pemeriksaan fisik
Yang
dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah),
berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1) Status
mental
Penampilan :
tidak rapi, tidak serasi
Pembicaraan :
terorganisir/berbelit-belit
Aktivitas motorik :
meningkat/menurun
Afek : sesuai/maladaprif
Persepsi : ketidakmampuan
menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan nformasi
Proses pikir : proses informasi
yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses piker
Isi pikir : berisikan keyakinan
berdasarkan penilaian realistis
Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme
koping
Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
tanggungjawab kepada oranglain.
Menarik diri : mempeecayai
oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3) Masalah
psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
2. Masalah
Keperawatan yang Mungkin Muncul
Ada beberapa diagnosa keperawatan
yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a. Resiko
Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
b. Gangguan
persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
c. Isolasi
sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan isolasi sosial.
A.
RENCANA
TINDAKAN, DIAGNOSA KEPERAWATAN,TUJUA, INTERVENSI
TUM:
Selama perawatan diruangan, pasien tidak memperlihatkan perilaku kekerasan,
dengan criteria hasil (TUK):
1. Dapat
membina hubungan saling percaya
2. Dapat
mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang sering
dilakukan
3. Dapat
mendemonstrasikan cara mengontrol PK dengan cara :
a. Fisik
b. Social
dan verbal
c. Spiritual
d. Minum
obat teratur
e. Dapat
menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mencegah PK yang sesuai
4. Dapat
memelih cara mengontrol PK yang efektif dan sesuai
5. Dapat
melakukan cara yang sudah dipilih untuk mengontrl PK
6. Memasukan
cara yang sudah dipilih dalam kegitan harian
7. Mendapat
dukungan dari keluarga untuk mengontrol PK
8. Dapat
terlibat dalam kegiatan diruangan
Tindakan
Psikoterapi
A. Pasien
1. BHSP
2. Ajarakan
SP I:
a. Diskusikan
penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK yang dilakukan pasien serta
akibat PK
b. Latih
pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik nafas dalam & memeukul bantal)
c. Masukkan
dalam jadwal harian
3. Ajarkan
SP II:
a. Diskusikan
jadwal harian
b. Latih
pasien mengntrol PK dengan cara social
c. Latih
pasien cara menolak dan meminta yang asertif
d. Masukkan
dalam jadwal kegiatan harian
4. Ajarkan
SP III:
a. Diskusikan
jadwal harian
b. Latih
cara spiritual untuk mencegah PK
c. Masukkan
dalam jadawal kegiatan harian
5. Ajarkan
SP IV
a. Diskusikan
jadwal harian
b. Diskusikan
tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara teratur
c. Masukkan
dalam jadwal kegiatan harian
6. Bantu
pasien mempraktekan cara yang telah diajarka
7. Anjurkan
pasien untuk memilih cara mengontrol PK yang sesuai
8. Masukkan
cara mengontrol PK yang telah dipilih dalam kegiatan harian
9. Validasi
pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah sakit
b. Keluarga
· Diskusikan
masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien PK
· Jelaskan
pengertian tanda dan gejala PK yang dialami pasien serta proses terjadinya
· Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien
PK
· Latih
keluarga melakukan cara merawat pasien PK secara langsung
· Discharge
planning : jadwal aktivitas dan minum obat
Tindakan
psikofarmako
1. Berikan
obat-obatan sesuai program pasien
2. Memantau
kefektifan dan efek samping obat yang diminum
3. Mengukur
vital sign secara periodic
Tindakan
manipulasi lingkungan
1. Singkirkan
semua benda yang berbahaya dari pasien
2. Temani
pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan ketegangan mulai meningkat
3. Lakaukan
pemebtasan mekanik/fisik dengan melakukan pengikatan/restrain atau masukkan
ruang isolasi bila perlu
4. Libatkan
pasien dalam TAK konservasi energi, stimulasi persepsi dan realita
5. Gangguan
persepsi sensori: halusinasi
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu mengontrol
halusinasi dengan kriteria hasil:
1. Klien
dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien
dapat mengenal halusinasinya; jenis, isi, waktu, dan frekuensi halusinasi,
respon terhadap halusinasi, dan tindakan yg sudah dilakukan
3. Klien
dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengntrol halusinasi yaitu dengan
menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat/ melakukan kegiatan, dan
minum obat
4. Klien
dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien
dapat minum obat dengan bantuan minimal
6. Mengungkapkan
halusinasi sudah hilang atau terkontrol
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
1. Klien
2. Bina
hubungan saling percaya
3. Adakan
kontak sering dan singkat secara bertahap
4. Observasi
tingkah laku klien terkait halusinasinya
5. Tanyakan
keluhan yang dirasakan klien
6. Jika
klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya meliputi :
SP
I
1. Identifikasi jenis halusinasi Klien
2. Identifikasi
isi halusinasi Klien
3. Identifikasi
waktu halusinasi Klien
4. Identifikasi
frekuensi halusinasi Klien
5. Identifikasi
situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Identifikasi respons Klien terhadap halusinasi
7. Ajarkan
Klien menghardik halusinasi
Anjurkan Klien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP
II
1. Evaluasi
jadwal kegiatan harian Klien
2. Latih
Klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3. Anjurkan
Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP
III
1. Evaluasi
jadwal kegiatan harian Klien
2. Latih
Klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)
3. Anjurkan
Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP
IV
1. Evaluasi
jadwal kegiatan harian Klien
2. Berikan
pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3. Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
4. Beri
pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
5. Menganjurkan
Klien mendemonstrasikan cara control yang sudah diajarkan
6. Menganjurkan
Klien memilih salah satu cara control halusinasi yang sesuai
2) Keluarga
1. Diskusikan
masalah yang dirasakn keluarga dalam merawat Klien
2. Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan
jenis halusinasi yang dialami Klien serta proses terjadinya
3. Jelaskan
dan latih cara-cara merawat Klien halusinasi
4. Latih
keluarga melakukan cara merawat Klien halusinasi secara langsung
5. Discharge
planning : jadwal aktivitas dan minum obat
TINDAKAN PSIKOFARMAKO
1. Berikan
obat-obatan sesuai program Klien
2. Memantau
kefektifan dan efek samping obat yang diminum
3. Mengukur
vital sign secara periodic
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
1. Libatkan
Klien dalam kegiatan di ruangan
2. Libatkan
Klien dalam TAK halusinasi
Isolasi
Sosial
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain baik secara individu maupun secara berkelompok dengan
kriteria hasil :
1. Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
2. Dapat
menyebutkan penyebab isolasi sosial.
3. Dapat
menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4. Dapat
menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
5. Dapat
berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap.
6. Terlibat
dalam aktivitas sehari-hari
TINDAKAN
PSIKOTERAPEUTIK
Klien
SP
1
1. Bina
hubungan saling percaya
2. Identifikasi
penyebab isolasi sosial
SP
2
1. Diskusikan
bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
2. Ajarkan
kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
3. Anjurkan
kepada Klien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal
kegiatan harian dirumah
SP
3
1. Evaluasi
pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
2. Beri
kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang
3. Ajarkan
Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik tertentu
4. Anjurkan
kepada Klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP
4
1. Evaluasi
pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
2. Jelaskan
tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek samping
obat)
3. Anjurkan
Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian dirumah
4. Anjurkan
Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
Keluraga
1. Diskusikan
masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
2. Jelaskan
pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami Klien dan proses
terjadinya
3. Jelaskan
dan latih keluarga cara-cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
1.
Beri obat-obatan sesuai program
2.
Pantau keefektifan dan efek sampig
obat yang diminum
3.
Ukur vital sign secara periodic
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
1. Libatkan
dalam makan bersama
2. Perlihatkan
sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi sering
3. Berikan
reinforcement positif setiap Klien
berhasil melakukan suatu tindakan
4. Orientasikan
Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya
Defisit
perawatan diri
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x hari, klien dapat mandiri melakukan
perawatan diri dengan kriteria:
1.
Dapat menjelaskan pentingnya kebersihan
dan kerapian
2. Menyebutkan
ciri-ciri badan yang bersih dan rapi
3. Dapat
menyebutkan manfaat badan bersih dan rapi
4. Dapat
menyebutkan kerugian badan badan yang tidak bersih dan tidak rapi
5. Dapat
mempraktikan cara melakukan cara perawatan diri dengan benar
6. Badan
bersih dan rapi
7. Badan
tidak bau
8. Dapat
melakukan aktifitas perawatan diri secara mandiri
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Pasien
1.
Menjelaskan pentingnya kebersihan dan
kerapian diri
2.
Mendiskusikan ciri-ciri badan bersih dan
rapi
3.
Menjelaskan manfaat bsdsn bersih dan
rapi dan kerugian jika jika badan tidak bersih dan tidak rapi
4.
Mengajarkan cara menjaga kebersihan dan
kerapian diri
5.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk mendemonstrasikan cara menjaga kebersihan dan kerapian diri
6.
Menganjurkan pasien memasukan cara
menjaga kebersihan dan kerapian kedalam jadwal kegiatan harian
Keluarga
1. Mendiskusikan
kesulitan yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien dengan masalah deficit
perawatan diri
2. Menjelaskan
ciri-ciri pasien yang mengalami masalah deficit perawatan diri dan jenis deficit perawatan diri yang sering dialami
oleh pasien dan proses terjadinya
3. Menjelaskan
cara –cara merawat pasien deficit perawatan diri
4. Melatih
keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan deficit perawatan diri
5. Membantu
keluarga membuat jadwal aktifitas perawatan diri bagi pasien dirumah termasuk
minum obat (discharge planning)
TINDAKAN PSIKOFARMAKO
1.
Memberikan obat-obatan sesuai program
pengobatan pasien
2.
Memantau keefektifan dan efeksamping
obat yang diminum
3.
Mengukur vital sign secara periodic
(tekanan darah, nadi dan pernafasan)
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
1.
Mendukung pasien untuk melakukan
perawatan diri sesuai kemampuan dengan menyediakan alat-alat untuk perawatan
diri
2.
Memberikan pengakuan atau penghargaan
yang positif untuk kemampuannya melakukan perawatan diri
3.
Jadwalkan pasien melakukan defekasi dan
berkemih, jika pasien mengotori dirinya
DAFTAR PUSTAKA
Antonim.2008.AskepHalusinasi.Dimuatdalamhttp://augusfarly.wordpress.com/2008/08/21/askep-halusinasi/.
(Diakses : 8 Agustus 2012)
Anonim.2009.AskepdenganHalusiasi.Dimuatdalamhttp://aggregator.perawat.web.id
[Diakses : 15 Oktober 2011]
Anonim.2008.Halusinasi . Dimuat dalam.
http://harnawatiaj.wordpress.com/ [Diakses : 15 Oktober 2011]
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku
Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku
Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat
Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan
Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan
Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.